segala prasangka hanya ada satu nama
seperti anak kecil baru belajar membaca
terbata-bata aku mengeja
meraba semua kata, menduga-duga
pada bagian mana kau jatuhkan sebuah rahasia
seharusnya bisa kutebak, dengan mudah
ternyata tidak
semua masih tanda tanya
aku pun kembali mereka-reka
tentang kisahmu dengan dia
atau petualanganmu dengan yang lainnya
dan semua prasangka yang pernah ada
“bukan,” katamu
“mereka bukan siapa-siapa!”
benarlah kata orang tua
cinta dan cemburu selalu berdua-dua
tanpa keduanya tak mungkin membuta mata
kemudian kau menuntunku
mengeja kata demi kata
dari larik pertama sampai akhir
teramat perlahan agar tak ada yang terlewat
“baca dengan hatimu,” katamu
semua pun jadi jelas terbaca
teranglah segala prasangka
hanya ada satu nama di sana
namaku, yang kau tulis tebal-tebal.